WHERE WE REPORT


Translate page with Google

Story Publication logo October 19, 2023

"Hebatua," a Stone Burning Tradition From Wakatobi (bahasa Indonesia)

Country:

Authors:
cars and trucks in a rainforest
English

The diversity of food sources and culture which is the foundation of a sustainable local food system...

author #1 image author #2 image
Multiple Authors
SECTIONS
Wa Mari (42) dan Wa Masrida (45) dari Desa Pajam, Kaledupa Selatan, Wakatobi, Sulawesi Tenggara, tengah membuat tombole, yaitu umbi-umbian dan pisang plantain yang dimasak dengan teknik bakar batu, Selasa (29/8/2023). Tombole merupakan teknik menyiapkan pangan tertua di kepulauan ini dengan bahan baku dari bahan pangan lokal yang adaptif terhadap kondisi lingkungan kering dan berbatu.
Wa Mari (42) and Wa Masrida (45) from Pajam Village, South Kaledupa, Wakatobi, Southeast Sulawesi, are making tombole, which are tubers and plantain bananas cooked using the stone-grilling technique, Tuesday (29/8/2023). Tombole is the oldest food preparation technique in the islands, using local ingredients that are adaptive to dry and rocky environmental conditions. Image by Ahmad Arif. Indonesia, 2023.

An English summary of this report is below. The original report, published in bahasa Indonesia in Kompas, follows.


In Pajam Village, South Kaledupa District, Southeast Sulawesi, residents like Wa Mari and Masrida engage in a time-honored tradition of preparing tombole dishes using ancient techniques. Tombole is made by wrapping various ingredients like opa (a local tuber), kanokau (grated cassava), and mashed bananas in banana leaves and cooking them using heated stones.

The process involves heating fist-sized rocks in a hole with coconut coir and wood, then assembling layers of banana leaves, tuber-based mixtures, and more stones to cook the tombole. After about an hour, the cooked tombole is unearthed, revealing a fragrant, mouthwatering dish.

This ancient process also serves as a cultural event, as it's a significant part of life on Kaledupa Island and the Wakatobi Islands. Additionally, young singles use it as a matchmaking event, with nomads from various villages gathering to meet and socialize.


As a nonprofit journalism organization, we depend on your support to fund journalism covering underreported issues around the world. Donate any amount today to become a Pulitzer Center Champion and receive exclusive benefits!


Tombole making is integral to the local way of life and will continue as long as canoe and opa harvests are crucial to the community. The tradition's origins may have connections to migrations and cultural links in the region.

The tradition of burning stones to cook tombole is a cultural practice passed down through generations, and it highlights the rich history and connection between the people of Kaledupa Island and their ancestors.


"Hebatua", Tradisi Bakar Batu dari Wakatobi

Seperti tinggalan arkeologi, teknik memasak dan makanan adalah artefak kebudayaan yang bisa mengisahkan jejak nenek moyang.

Bakar batu umumnya dikaitkan dengan ritual kuno memasak orang Papua. Namun, memasak dengan teknik bakar batu ternyata juga ditemukan di Pulau Kaledupa, Kepulauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara, yang bisa menjadi penanda pembauran asal-usul dan pertautan budaya di masa lalu.

Di atas balai bambu, Wa Mari (42) duduk bersila. Di sebelahnya, tetangga yang juga masih kerabatnya, Masrida (45), juga dalam posisi yang sama. Naungan pepohonan dan semilir angin mengurangi terik cuaca di Desa Pajam, Kecamatan Kaledupa Selatan, Sulawesi Tenggara, Selasa (29/8/2023) siang.

Tiga baskom berjejer di depan mereka, salah satunya berisi opa, sejenis gembili (Dioscorea esculenta), umbi lokal dari keluarga Dioscoreacea, yang dulu banyak dijumpai di banyak daerah di Indonesia. Di baskom yang lain terdapat kanokau atau parutan singkong yang telah diperas airnya, dan pisang tumbuk.

Opa yang telah dikupas itu kemudian dicincang dan dicampur kelapa parut, lalu ditambah irisan bawang dan garam. Setelah bercampur, semua adonan diaduk menjadi satu dan dibungkus daun pisang. Proses serupa dilakukan pada adonan berbahan dasar pisang dan kanokau.

Wa Mari (42) dan Wa Masrida (45) mengolah ubi, singkong, dan pisang menjadi tombole, di Desa Pajam, Kaledupa Selatan, Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Selasa (29/8/2023). Tombole adalah hasil olahan pangan lokal dengan proses bakar batu.
Wa Mari (42) dan Wa Masrida (45) mengolah ubi, singkong, dan pisang menjadi tombole, di Desa Pajam, Kaledupa Selatan, Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Selasa (29/8/2023). Tombole adalah hasil olahan pangan lokal dengan proses bakar batu. Foto oleh Saiful Rijal Yunus. Indonesia, 2023.

Itulah bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat masakan tombole yang diolah dengan teknik kuno bakar batu atau hebatua. Selain tiga bahan ini, juga ada umbi kano, sejenis uwi (Dioscorea alata), juga umbi lokal yang dulu banyak dijumpai di banyak daerah di Indonesia. Berbeda dengan tiga bahan lain yang ditambah bumbu, untuk kano tetap dibiarkan utuh, lengkap dengan kulitnya.

”Ini namanya beda-beda kalau dijadikan tombole. Kalau yang ubi opa disebut tombole tota-tota, kalau dari pisang disebut tombole loka, dan dari singkong disebut tombole kanokau,” kata Wa Mari.

Cara membungkus ketiga jenis tombole itu juga tidak sama. Beberapa persegi dan juga ada yang lonjong. Bentuk ini merupakan perwujudan laki-laki dan perempuan. Sedangkan yang dibungkus berbentuk kerucut diperuntukkan bagi orang tua.

Masigulu (64), suami Wa Mari, berjalan ke kebun yang berjarak 50 meter dari kediamannya. Di situ, dia telah menyiapkan batu-batu karang berukuran sekepalan tangan dan beberapa lembar daun pisang. Dia juga menyiapkan lubang sedalam sekitar 30 sentimeter.

Batu-batu disusun serta ditutupi sabut kelapa dan kayu. Masigulu segera membakarnya. Wa Mari dan Masrida menunggu dengan adonan yang telah terbungkus rapi.

Setelah 30 menit, Masigulu mengambil batang bambu yang telah dibentuk seperti penjepit. Bersama-sama, mereka lalu memindahkan batu-batu karang yang telah memerah karena panas itu ke dalam lubang.

Olahan ubi, singkong, dan pisang yang akan menjadi tombole diletakkan di batu panas, di Desa Pajam, Kaledupa Selatan, Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Selasa (29/8/2023). Tombole adalah hasil olahan pangan lokal dengan proses bakar batu.
Olahan ubi, singkong, dan pisang yang akan menjadi tombole diletakkan di batu panas, di Desa Pajam, Kaledupa Selatan, Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Selasa (29/8/2023). Tombole adalah hasil olahan pangan lokal dengan proses bakar batu. Foto oleh Saiful Rijal Yunus. Indonesia, 2023.

Berbagai jenis tombole yang telah dibungkus daun pisang itu disusun di atas batu panas. Beberapa umbi kano turut disusun di atasnya, lalu ditumpuk oleh batu-batu dan kemudian tombole, dan begitu seterusnya hingga beberapa lapis secara selang-seling. Daun pisang menutupi bagian paling atas, sebelum kemudian dilapisi tanah.

”Biar tidak keluar panasnya,” kata Masigulu. ”Begini proses buat tombole. Kalau orang di Papua ada bakar batu, di sini kami sebut cara masak ini hebatua, hasilnya disebut tombole,” kata Masigulu.

Sekitar sejam kemudian, mereka mulai membongkar lapisan tanah. Asap keputihan mengepul. Bau harum daun pisang dan gurih umbi-umbian bercampur kelapa menguar.

Setelah asap mulai berkurang dan bau harum menyeruak, Wa Mari dan Masrida mulai membongkar tumpukan tanah dan batu. Daun pisang yang menutupi olahan tombole dibuka. Asap mengepul.

Tombole lalu disajikan hangat-hangat. Tombole loka memiliki rasa manis dari pisang dan gurih kelapa dengan tekstur yang lumer. Demikian juga tombole kanokau, dominan manis dan gurih, tetapi sedikit kenyal. Sedangkan tombole tota-tota cenderung gurih.

”Dulu kami bikin ini setiap jelang musim panen kano. Yang dibuat adalah dari kano-kano sisa panen sebelumnya,” ucap Masigulu. Secara kepercayaan, warga tidak akan melakukan proses pembuatan tombole ketika tanaman kano baru ditanam. Sebab, dipercaya hasil kano akan buruk dan gagal panen.

Tombole, merupakan teknik bakar batu dari Pulau Kaledupa, Sulawesi Tenggara. Bahan pangan yang dibuat tombole ini semuanya nonberas, terutama dari umbi-umbian <i>Dioscorea </i>dan singkong serta pisang.
Tombole, merupakan teknik bakar batu dari Pulau Kaledupa, Sulawesi Tenggara. Bahan pangan yang dibuat tombole ini semuanya nonberas, terutama dari umbi-umbian Dioscorea dan singkong serta pisang. Foto oleh Ahmad Arif. Indonesia, 2023.

Proses kehidupan

La Beloro, Ketua Forum Masyarakat Kaledupa Todani, lembaga yang konsen mengembangkan potensi lokal, menuturkan, proses pembuatan tombole merupakan bagian tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat di Pulau Kaledupa dan di Kepulauan Wakatobi lainnya.

Proses pembuatan tombole, atau hebatua, biasanya dilakukan pada Juli dan Agustus, menjelang musim panen kano yang biasanya berbarengan dengan kemarau. ”Kalau kano baru ditanam, maka hebatua tidak akan dilakukan. Mereka percaya hasil panen akan buruk,” katanya.

Pembuatan tombole juga dilakukan bagi perantau yang masih lajang untuk mencari pasangan. Sebab, prosesi ini dilakukan dengan mengundang banyak orang.

Para muda-mudi dari desa tetangga berdatangan. Di situ, perantau akan melihat calon yang akan didekati. Salah satunya, dari kemahiran dalam membuat tombole ini. Dari situ, mereka akan berkenalan dan jika cocok akan menuju jenjang pernikahan.

”Makanya kalau menurut kami, hebatua atau prosesi bakar batu untuk pembuatan tombole itu adalah prosesi kehidupan. Di situ ada simbol laki-laki dan perempuan, ada perkenalan, bara api yang melambangkan hasrat kehidupan dan tanah sebagai tempat berasal, hingga prosesi membuka gundukan yang berarti kelahiran,” katanya.

Wa Masrida (45) menunjukkan salah satu tombole dari olahan ubi, singkong, dan pisang, di Desa Pajam, Kaledupa Selatan, Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Selasa (29/8/2023). Tombole, adalah hasil olahan pangan lokal dengan proses bakar batu.
Wa Masrida (45) menunjukkan salah satu tombole dari olahan ubi, singkong, dan pisang, di Desa Pajam, Kaledupa Selatan, Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Selasa (29/8/2023). Tombole, adalah hasil olahan pangan lokal dengan proses bakar batu. Foto oleh Saiful Rijal Yunus. Indonesia, 2023.

Menurut Beloro, tradisi ini akan terus bertahan selama ada panen kano dan opa, dua umbi paling penting dalam prosesi ini, selain pisang. Kano, opa, dan pisang merupakan pangan pokok asli pulau ini, selain sagu, sebelum kemudian datang singkong dan jagung pada era kolonial.

Beloro mengaku tak mengetahui dengan pasti mengapa tradisi bakar batu ini mirip dengan yang dilakukan orang Papua. ”Yang jelas, sudah dari turun-temurun ini kami lakukan,” katanya.

Dari segi geografis, Pulau Kaledupa seluas 6.925 hektar ini dipisahkan oleh Laut Banda dengan Pulau Papua. Sejauh ini memang belum ada kajian mendalam yang melihat keterkaitan antara tradisi bakar batu di Kaledupa dan Papua.

Namun, menurut ahli genetika Herawati Supolo Sudoyo, Kepulauan Wallacea, termasuk pulau-pulau kecil di Kepulauan Wakatobi, merupakan jembatan penyeberangan migrasi kuno orang Papua dari Paparan Sunda ke Paparan Sahul. Laporan terbaru Herawati bersama Leonard Taufik dari Australian Center for Ancient DNA, University of Adelaide, dan tim di jurnal Genes (2022) menyebutkan, dari data genetik, migrasi nenek moyang Papua dari Paparan Sunda ke Paparan Sahul terjadi berkisar 50.000-60.000 tahun lalu.

Wa Mari (42) dan Wa Masrida (45) membawa hasil bakar batu berupa olahan ubi, singkong, dan pisang, di Desa Pajam, Kaledupa Selatan, Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Selasa (29/8/2023). Tombole adalah hasil olahan pangan lokal dengan proses bakar batu.
Wa Mari (42) dan Wa Masrida (45) membawa hasil bakar batu berupa olahan ubi, singkong, dan pisang, di Desa Pajam, Kaledupa Selatan, Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Selasa (29/8/2023). Tombole adalah hasil olahan pangan lokal dengan proses bakar batu. Foto oleh Saiful Rijal Yunus. Indonesia, 2023.

Migrasi ini sebagian melalui jalur utara, melalui Sulawesi bagian utara hingga ke Kepulauan Filipina sebelum turun ke Kepala Burung di Papua. Sedangkan jalur tengah melalui Sulawesi bagian selatan dan tengah, lalu ke pulau-pulau di sekitar Laut Banda sebelum ke arah bagian selatan Papua saat ini.

Setelah periode migrasi kuno dari barat ke timur ini, sebagian kemudian melanjutkan perjalanan ke Australia dan menjadi leluhur Aborigin. Namun, ada juga arus migrasi balik ke arah barat ke Kepulauan Wallacea. Hal inilah yang menyebabkan orang-orang di Kepulauan Wallacea, termasuk Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Sulawesi juga memiliki bauran genetika Papua, selain Austronesia, yang datang lebih belakangan. ”Kami belum tahu, jejak Papua yang di Wakatobi apakah yang tertinggal dari migrasi itu atau dari migrasi balik,” katanya.

Kemiripan tradisi bakar batu atau hebatua di Pulau Kaledupa ini bisa memperkuat data genetik tentang pembauran asal-usul dan pertautan budaya di masa lalu. Seperti tinggalan arkeologi, teknik memasak dan makanan adalah artefak kebudayaan yang bisa mengisahkan jejak nenek moyang.