WHERE WE REPORT


Translate page with Google

Story Publication logo October 16, 2023

Turning Attentions to Local Food (bahasa Indonesia)

Country:

Authors:
cars and trucks in a rainforest
English

The diversity of food sources and culture which is the foundation of a sustainable local food system...

author #1 image author #2 image
Multiple Authors
SECTIONS
Warga menumbuk umbi keladi rebus dan menyiapkan kelapa parut untuk membuat subbet, makanan karbohidrat masyarakat suku Mentawai, yang akan dihidangkan dalam ritual pemberkatan bayi di pedalaman Pulau Siberut di Dusun Salappa, Desa Muntei, Kecamatan Siberut Selatan, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, Selasa (26/9/2023).
Residents pound boiled taro tubers and prepare grated coconut to make subbet, the carbohydrate food of the Mentawai tribe, which will be served in the baby blessing ritual in the interior of Siberut Island in Salappa Hamlet, Muntei Village, South Siberut District, Mentawai Islands, West Sumatra, Tuesday (26/9/2023). Image by Yola Sastra. Indonesia, 2023.

An English summary of this report is below. The original report, published in bahasa Indonesia in Kompas, follows.

Indonesia's rich diversity of local food sources and cultures has been largely excluded from its national food policy, despite its potential to support national food independence.

East Nusa Tenggara, Southeast Sulawesi, and the Mentawai Islands exhibit a high diversity of food sources. These sources encompass not only dry-resistant grains like sorghum, corn, and javawut, but also tubers, sago stems, and fruits. However, the country's food policy is centered around rice and wheat. Experts argue that the future of Indonesia's food security lies in diversifying its carbohydrate sources beyond rice and wheat, emphasizing the importance of tubers and tree trunks, such as sago.

The call for change in national food policy is echoed by experts and economists, who stress the risks associated with over-reliance on rice and wheat. They propose budget revisions to reduce the heavy emphasis on rice and redirect funds toward supporting local food varieties. They also suggest integrating local food into tourism activities, which could boost the economy and promote healthier, gluten-free local food options.


As a nonprofit journalism organization, we depend on your support to fund more than 170 reporting projects every year on critical global and local issues. Donate any amount today to become a Pulitzer Center Champion and receive exclusive benefits!


Ubah Haluan Pangan untuk Berpihak pada Pangan Lokal

Keberagaman pangan lokal seharusnya bisa menjadi penopang kemandirian pangan nasional. Hal ini membutuhkan perubahan haluan kebijakan pangan yang selama ini bias beras dan terigu.


JAKARTA— Indonesia memiliki keberagaman sumber dan budaya pangan lokal, tetapi selama ini tersingkirkan dalam kebijakan pangan nasional. Keberagaman pangan lokal ini seharusnya bisa menjadi penopang kemandirian pangan nasional. Hal ini membutuhkan perubahan haluan kebijakan pangan yang selama ini bias beras dan terigu.

Peliputan Kompas di pulau-pulau kecil Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara (Sultra), dan Kepulauan Mentawai di Sumatera Barat pada Agustus hingga awal Oktober 2023 menunjukkan, tingginya keberagaman sumber pangan di pulau-pulau kecil ini.

Untuk karbohidrat, selain berupa biji-bijian yang tahan kering, seperti sorgum, jagung, dan jawawut, juga berupa umbi-umbian, batang sagu, dan buah-buahan.

”Masa depan pangan kita ada di sumber pangan yang menyimpan cadangan karbohidratnya di dalam umbi dan batang pohon, seperti sagu. Umbi dan sagu itu banyak di Indonesia, tetapi terabaikan karena kebijakan pangan kita masih fokus pada beras,” kata Yulius B Pasolon, profesor sagu dari Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari, dalam wawancara, Senin (16/10/2023).

Menurut Yulius, Indonesia harus mengubah kebijakan pangan nasional yang selama hanya menggantungkan pangan pokok pada beras dan kemudian terigu yang berasal dari gandum impor. ”Dibutuhkan grand design ketahanan pagan lokal yang berbasis keluarga, kampung, dan desa," ujarnya.

"Cadangan pangan lokal ini seharusnya menjadi lumbung-lumbung pangan lokal yang akan bersinergi menjadi lumbung pangan nasional. Perum Bulog seharusnya bisa mengurusi ketersediaan pangan lokal juga, jangan hanya urus beras,” tuturnya.

Ekonom pangan dari Indef, Rusli Abdulloh juga mendorong perubahan haluan pangan nasional agar menjadikan ragam pangan lokal sebagai sumber ketahanan pangan. ”Kita selama ini terlalu berat pada beras. Kita harus mengubah haluan politik pangan kita. Bukan hanya beras, apalagi terigu, menjadi lebih memberi ruang pada pangan lokal,” ujarnya.

Piring berisi leye, mulai biji hingga yang bubuk, di Desa Hoelea, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, Minggu (13/8/2023). Leye merupakan makanan jenis sorgum.
Piring berisi leye, mulai biji hingga yang bubuk, di Desa Hoelea, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, Minggu (13/8/2023). Leye merupakan makanan jenis sorgum. Foto oleh Agus Susanto/Kompas. Indonesia, 2023.

Menurut Rusli, ketergantungan pangan pokok pada beras dan terigu untuk negara dengan populasi yang sangat besar seperti Indonesia sangat berisiko. ”Krisis harga beras yang saat ini terjadi sangat mungkin bisa berulang ke depan. Ini akan terus berulang, terutama dengan adanya perubahan iklim dan dan geopolitik,” ujarnya.

Adapun untuk terigu, menurut dia, harus segera dikurangi konsumsinya karena kita tak punya gandum. ”Impor terigu dalam 20 tahun terakhir rmeningkat dua kali lipat dan itu membahayakan ketahanan pangan kita,” ujarnya.

Rusli menambahkan, perubahan haluan pangan ini membutuhkan revisi anggaran. ”Selama ini anggaran kita amat berat ke beras. Subsidi pupuk itu triliunan rupiah per tahun. Kita harus mulai mengurangi anggaran itu dan mengalihkannya ke diversifikasi pangan lokal, sesuai lokalitas,” ujarnya.

Sementara dominasi terigu di Indonesia di antaranya karena bahan pangan impor ini didukung kemudahan dan subsidi. Sebelumnya, tarif impor gandum di Indonesia nol persen, baru pada tahun 2009 direvisi tarif impor jadi 5 persen. Hal ini menyebabkan terigu bisa dijual di pasar dalam negeri dengan harga murah dan menggeser beragam pangan lokal.

Transformasi pangan

Direktur Penganekaragaman Konsumsi Pangan Badan Pangan Nasional Rinna Syawal, dalam diskusi di Manggarai mengatakan, keberagaman pangan seharusnya jadi kunci bagi ketahanan pangan di daerah. ”Kalau semua daerah mengoptimalkan pangan lokalnya, seharusnya tak ada kerawanan pangan,” ujarnya.

Meski demikian, pergeseran pola pangan di Indonesia diakui terus terjadi. Data tahun 2009 menunjukkan, pola konsumsi pangan di wilayah timur Indonesia, masih beragam. Selain beras, juga masih dominan jagung, ubi kayu, ubi jalar, selain sagu. Namun, pada tahun 2020, konsumsi beras dan terigu semakin mendominasi di Indonesia timur.

https://cdn-assetd.kompas.id/YgFn8qkDOIr-v33yEHsw-So_3Fw=/1024x3352/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F10%2F15%2F805e7bc9-3d5d-42f1-b1bf-d0b3a865338d_png.png

”Pangan lokal seharusnya bisa diintegrasikan dengan kegiatan wisata yang saat ini sudah tumbuh. Misalnya, Dinas Pariwisata di NTT seharusnya bisa mewajibkan hotel agar menyediakan pangan lokal. Seperti pagi ini, saya mencari makanan lokal untuk sarapan di hotel ini tidak ada,” ujarnya.

Tak hanya di perhotelan, di NTT juga sangat sulit mencari restoran yang menjual menu pangan lokal. Padahal, menurut Rinna, integrasi pangan lokal dan wisata juga bisa menggerakkan ekonomi. Dengan mendorong pangan lokal, usaha kecil menengah yang memproduksi pangan lokal juga akan tumbuh.

”Dari kesehatan, pangan lokal kualitasnya pasti lebih baik. Misalnya, pangan lokal tidak mengandung gluten sebagaimana terigu. Buah anggur impor yang kita beli hari ini, bisa jadi dipanen sejak tahun lalu dan diawetkan, bandingkan dengan buah lokal yang segar,” ujarnya.

Secara regulasi, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan juga mengamanatkan bahwa penganekaragaman pangan wajib dilakukan pemerintah dan pemerintah daerah.

”Penganekaragaman pangan harus berbasis pada potensi lokal. Ini kemudian diterjemahkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015, bagaimana penganekaragaman dilakukan untuk menyediakan pangan bergizi dan aman,” ujarnya.

Meski demikian, fakta menunjukkan bahwa pangan lokal semakin tergusur. ”Saat ini, kami mencoba untuk menerjemahkan melalui penyusunan rancangan Peraturan Presiden tentang Percepatan Penganekaragaman Pangan berbasis potensi sumber daya lokal,” ujarnya.

Pedagang menjajakan sagu dalam kemasan di Kaledupa, Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Rabu (30/8/2023). Selama bertahun-tahun, masyarakat di kepulauan memanfaatkan pangan lokal, baik itu sagu, jagung, maupun ubi dalam keseharian dan saat melaut hingga berbulan-bulan. Meski begitu, saat ini nelayan beralih ke beras seiring masifnya perubahan pola pangan.
Pedagang menjajakan sagu dalam kemasan di Kaledupa, Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Rabu (30/8/2023). Selama bertahun-tahun, masyarakat di kepulauan memanfaatkan pangan lokal, baik itu sagu, jagung, maupun ubi dalam keseharian dan saat melaut hingga berbulan-bulan. Meski begitu, saat ini nelayan beralih ke beras seiring masifnya perubahan pola pangan. Foto oleh Saiful Rijal Yunus. Indonesia, 2023.

Irfan Martino, perencana di Direktorat Pangan dan Pertanian Bappenas, mengatakan, meskipun masyarakat yang rawan pangan di Indonesia terus menurun, kerawanan gizi masih mengalami kenaikan. Kerawanan gizi ini di antaranya dipicu oleh pola pangan yang tidak beragam. ”Diperlukan peningkatan keberagaman konsumsi kelompok pangan,” ujarnya.

Menurut Irfan, berbagai masalah pangan yang ada saat ini menuntut adanya transformasi sistem pangan, sebagaimana diamanatkan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2020-2024 menyebutkan, transformasi sistem pangan sebagai salah satu prioritas nasional yang diarahkan menuju sistem pangan yang bergizi, inklusif, berkeadilan, berkelanjutan, dan berdaya tahan.

”Transformasi sistem pangan ini harus dibangun oleh sistem pangan lokal berbasis potensi lokalitas setempat,” ujarnya.