TEMPAT KAMI MELAPORKAN


Terjemahkan halaman dengan Google

Artikel Publication logo September 14, 2023

Menggantungkan Hidup dari Tangkapan di Pesisir Timur Sumut — Bagian 3

Negara:

Penulis:
mangroves in indonesia
bahasa Indonesia

Studi kasus di provinsi Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, dan Riau.

author #1 image author #2 image
Berbagai penulis
SECTIONS
Abrasi parah umumnya terjadi di sepanjang pesisir timur sumatera. Salah satunya di Desa Paluh Sibaji, Kecamatan Pantai Labu, Deli Serdang ini. Abrasi ini diduga kuat akibat pengerukan pasir untuk bandara di tahun 2008.
Abrasi parah umumnya terjadi di sepanjang pesisir timur sumatera. Salah satunya di Desa Paluh Sibaji, Kecamatan Pantai Labu, Deli Serdang ini. Abrasi ini diduga kuat akibat pengerukan pasir untuk bandara di tahun 2008. Foto oleh Dewantoro. Indonesia, 2023.

MEDAN — Rusaknya hutan mangrove di pesisir pantai timur Sumatera Utara menjadi mimpi buruk bagi para nelayan tradisional.

Tokoh masyarakat di Desa Paluh Sibaji, Abdul Hamid mengatakan, proses mencari ikan dulu dan sekarang sudah sangat berubah.

Di tahun 1980-an, nelayan bisa melaut satu hari dan hasilnya untuk satu minggu. Namun sekarang kebalikannya.

Nelayan sangat mungkin berada di laut hingga seminggu dan hasil yang didapat pun tidak seberapa. Selain itu, tak jarang para nelayan berutang demi melaut dan membayar utang saat sudah kembali ke darat.

"Itu sama dengan ke laut seminggu untuk hidup satu hari. Begitu lah sulitnya sekarang," katanya.

Hasil tangkapan pun sangat berkurang. Padahal dulu, nelayan tradisional di Pantai Labu sangat mudah mendapatkan ikan. Hanya membawa alat seadanya, hasil tangkapan melimpah.

"Dulu untuk dapat dua kotak (tangkapan) gampang kali. Nggak lama (waktunya). Habis itu bisa bermalas-malasan, nyantai, karena hasil penjualan bisa untuk hidup seminggu," katanya.

Tokoh masyarakat di Desa Paluh Sibaji, Abdul Hamid menceritakan kondisi yang dialami nelayan tradisional saat ini sudah sangat drastis berubah. Hingga tahun 1980-an, nelayan mencari ikan satu hari untuk hidup satu minggu. Situasinya sudah terbalik. Kerusakan mangrove, abrasi yang diduga akibat pengerukan pasir tahun 2008 membuat nelayan tradisional semakin sengsara.
Tokoh masyarakat di Desa Paluh Sibaji, Abdul Hamid, menceritakan kondisi yang dialami nelayan tradisional saat ini sudah sangat drastis berubah. Hingga tahun 1980-an, nelayan mencari ikan satu hari untuk hidup satu minggu. Situasinya sudah terbalik. Kerusakan mangrove, abrasi yang diduga akibat pengerukan pasir tahun 2008 membuat nelayan tradisional semakin sengsara. Foto oleh Dewantoro. Indonesia, 2023.

Sekitar tahun 1986, tambak udang mulai muncul di desanya. Area persawahan dan lahan palawija yang mengandalkan air genangan dialihfungsikan menjadi tambak udang.

"Jadi tambak ini jebolkan air langsung dari laut. Udah masuk air laut, ya gak bisa lagi lah padi atau sayur hidup. Kalau nanti masyarakat keberatan (adanya tambah), dibilang lah 'eh, jangan ganggu ini punya Soeharto'," katanya.

Abdul berharap, masalah yang dirasakan masyarakat yang tinggal di pesisir dan menggantungkan hidupnya dari hasil laut menjadi perhatian banyak pihak.

"Kalau tidak ada penanggulangan, kampung ini bakal tenggelam. Habis. Harus ada pemasangan tanggul, pemulihan mangrove. Ini untuk memecah ombak dan mencegah abrasi. Masyarakat akan semakin miskin dan meninggalkan desa karena tak lagi menghidupi dengan kerusakan seperti ini," tegasnya.

Menggantungkan hidup dari tangkapan di pesisir

Di ujung Jalan Young Panah Hijau, Gang Tower, Labuhan Deli, Medan Marelan seorang pria bertelanjang dada tampak mengambil sesuatu di dalam air menggunakan jaring tanggok ikan. Hasilnya dia tuang di atas perahu.


Sebagai organisasi jurnalisme nirlaba, kami mengandalkan dukungan Anda untuk mendanai liputan isu-isu yang kurang diberitakan di seluruh dunia. Berdonasi sesuai kemampuan Anda hari ini, jadilah Pulitzer Center Champion dan dapatkan manfaat eksklusif!


Bukan batu, tetapi kerang dara yang bentuknya mirip kerang batu. Dia tak peduli cuaca sedang mendung dan gerimis. Sekitar 4 tahun yang lalu, mangrove tidak tumbuh di sini. Ikan, udang, kepiting dan kerang sangat sulit ditemukan. Sekarang berbeda.

Namanya Selamat, panggilannya Amat. Dia lahir dan besar di tempat ini. Dia mengajak naik ke perahu sembari bercerita kondisi tempatnya menggantungkan hidup dari tangkapan di pesisir.

Selamat atau Amat menunjukkan kerang dara hasil dari budidaya di kawasan mangrove di Jalan Young Panah Hijau, Kecamatan Labuhan Deli, Kota Medan. Masyarakat sangat merasakan manfaat dari lestarinya mangrove yang penanamannya dilakukan secara swadaya kemudian didukung oleh sejumlah pihak.
Selamat atau Amat menunjukkan kerang dara hasil dari budidaya di kawasan mangrove di Jalan Young Panah Hijau, Kecamatan Labuhan Deli, Kota Medan. Masyarakat sangat merasakan manfaat dari lestarinya mangrove yang penanamannya dilakukan secara swadaya kemudian didukung oleh sejumlah pihak. Foto oleh Dewantoro. Indonesia, 2023.

Dia menegaskan, meskipun tinggal di dekat laut, orangtuanya bukanlah pelaut, melainkan petani. Sekitar tiga ratus meter dari pondoknya, dia menghentikan perahunya di bawah tower listrik.

"Di titik ini, dulunya adalah sawah. Orang tua saya adalah petani padi, di sini ini lah sawahnya, pas dekat dengan tower ini," katanya.

Amat berkata, wilayah yang kini berair itu dulunya areal persawahan dan daratan yang ditanami kelapa.

Tahun 1978, ada pembangunan tower listrik dan pembuatan parit. Pada saat itulah air asin masuk ke areal persawahan dan daratan. Petani saat itu tak bisa berbuat banyak meski tak lagi bisa menanam padi."

Masuknya air asin secara perlahan sehingga tidak bisa bercocok tanam padi dan kelapa jadi sekarang ini inilah yang bisa tumbuh di wilayah ini hutan-hutan di sini," katanya.

Dengan kondisi yang terjadi, masyarakat pun mulai meninggalkan wilayah itu. Kemudian masuk tambak udang dan ikan di tahun 1980 sampai 1990-an. Tak berlangsung lama dan ditinggalkan begitu saja sehingga tandus.

Sejak 7-8 tahun yang lalu, beberapa orang yang sadar dengan kondisi lingkungannya mulai berbenah dengan menanami mangrove. Masyarakat itu membentuk kelompok tani. Setelah mangrove berhasil tumbuh dengan baik, nelayan tradisional mulai bisa mengambil manfaatnya.

"Dulunya kepiting, ikan, udang alam susah didapat. Nah, adanya hutan mangrove ini sekarang gampang dapatnya. Penghasilan lainnya ya dari budidaya kerang. Kalau kerang ini tidak merusak mangrove, tidak seperti tambak. Jadi kami rasakan betul manfaat mangrove ini," katanya.

Orang yang turut andil memulihkan mangrove di sini adalah Wibi Nugraha.

Penerima penghargaan dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI pada Maret 2023 dan Juara terbaik 1 Nasional Wana Lestari 2019 Kader Konservasi Alam Nasional itu mengatakan upaya restorasi mangrove ini hanya bisa dilakukan bersama-sama.

Tahun 2020 dia bersama anggota Polri yang bertugas di Polairud Polda Sumut, Abdul Kadir Nasution dan juga anggota kelompok tani melakukan penanaman secara swadaya. Penanaman mangrove dilakukan setiap hari. Bibitnya pun dicari menggunakan perahu.

"Perjuangan kawan-kawan dari kelompok tani, kelompok mangrove di sini, hasilnya menurut saya sangat memuaskan tinggal bagaimana pihak-pihak di luar memberikan kesempatan ataupun kepercayaan kepada Kelompok Tamba Deli untuk membantu mereka merealisasi merestorasi hutan mangrove. Ikan, kepiting dan udang udah mudah didapat, beda dengan beberapa tahun lalu. Manfaat mangrove sangat dirasakan," katanya.

Hingga kini sekitar 40 hektare lahan yang dulunya tambak terbengkelai berubah menjadi hutan mangrove yang kondisinya terjaga. Masyarakat yang dulunya enggan menanam mangrove kini merasakan dampaknya dan dengan sendirinya menanam mangrove.

"Sekali penanaman selama 4-5 hari, paling sedikit bawa 3.000 batang. Nah, lestarinya mangrove ini mereka bisa budidaya kerang. Tidak merusak mangrove, ekonomi terbantu. Makanya kita harus punya niat, kompak dan bersemangat," katanya.